Oleh Dennis Ramadhan
Beberapa bulan telah berlalu sejak Presiden Amerika Serikat Donald Trump terpilih menjadi presiden ke-47. Beberapa kritik dan pujian selalu datang silih berganti, namun itu semua tidak lantas membuat presiden yang dikenal senang bermain golf ini lemah. Ya, Donald Trump bukan presiden yang lemah, bahkan sangat kuat tetapi dari segi kepribadiannya saja bukan dari kebijakan luar negeri-nya.
Kebijakan luar negeri Donald Trump tidaklah sebaik yang kita kira. Banyak dari kebijakan yang diambil oleh Trump dinilai merugikan pemerintah dan masyarakat Amerika. Trump selalu membanggakan kebijakan luar negeri 'America First' yang dinilai proteksionis bahkan Isolasionis. Deklarasi perang dagang yang diumumkan Trump kepada negara-negara di dunia telah membuat pertumbuhan ekonomi Amerika dan dunia melambat. Penerapan tarif yang begitu tinggi pada produk impor dari negara lain menyebabkan inflasi terus naik. Dampaknya, masyarakat Amerika harus merogoh kocek lebih dalam saat membeli barang-barang impor. Amerika juga mengalami penurunan jumlah ekspor yang cukup signifikan akibat tarif yang begitu tinggi. Pengusaha dan petani mengalami kerugian akibat menurunya jumlah ekspor ke negara lain.
Kebijakan deportasi besar-besaran yang dilakukan di awal 2025 kemarin dinilai juga cukup kontroversial. Ribuan orang dideportasi tanpa kejelasan atau jaminan masa depan yang baik. Banyak dari para imigran yang terpisah dari keluarganya. Kebijakan deportasi ini juga menyebabkan kurangnya tenaga kerja pada sektor konstruksi dan pertanian yang berujung pada naiknya harga makanan dan barang-barang kebutuhan pokok lainya. PDB Amerika juga mengalami kontraksi sebesar 2-5% akibat kebijakan deportasi tersebut.
Kemudian Trump juga meringankan pajak bagi perusahaan yang semula 35% menjadi 21%. Kebijakan ini menyebabkan pemerintah Amerika mengalami defisit anggaran hingga $1,9 Triliun Dollar. Kebijakan pemotongan pajak bagi korporasi ini dinilai hanya menguntungkan pihak-pihak elite semata, sementara masyarakat biasa tidak dapat menikmati keuntungan dari kebijakan tersebut. Trump menjajinkan lapangan kerja yang lebih banyak untuk masyarakat Amerika, namun kenyataanya program tersebut berjalan tidak sesuai dengan yang diharapkan malah hanya menambah beban utang nasional akibat defisit anggaran.
Terkait kebijakan luar negeri, Trump menarik Amerika dari Perjanjian Paris di tahun 2025 ini. Amerika Serikat sebagai negara besar yang bertanggung jawab seharusnya peduli dengan isu lingkungan global bukan malah sebaliknya. Negara-negara di dunia sepakat bahwa isu pemanasan global merupakan masalah yang sangat penting dan tidak boleh diabaikan begitu saja. Kenaikan suhu bumi sebesar 1°C sekalipun berpengaruh terhadap iklim, keseimbangan ekosistem bahkan ketersediaan pangan bagi manusia. Sayangnya Trump cenderung abai dan tidak memperdulikan hal tersebut. Energi terbarukan jauh lebih efektif digunakan serta lebih ramah lingkungan. Sementara itu, Trump merasa skeptis dengan isu pemanasan global dan lebih menyukai energi fosil yang dapat mencemari lingkungan.
Beralih ke Eropa, kebijakan Presiden Trump dalam menyikapi perang Rusia dan Ukraina dinilai sangat lemah oleh sebagian orang. Ukraina sebagai korban agresi dari Rusia justru mendapat tekanan dan ancaman dari Trump. Sementara itu, banyak dari kebijakan Trump yang lebih menguntungkan Rusia. Trump mengancam akan menghentikan bantuan militer dan ekonomi ke Ukraina jika tidak menandatangani perjanjian damai dengan Rusia. Sementara itu, proposal perdamaian yang diajukan oleh Trump isinya sangat tidak berimbang dan lebih cenderung menguntungkan Rusia. Berikut 3 poin isi dari proposal perdamaian yang dinilai kontroversial:
Pengakuan Wilayah: Ukraina diminta untuk menyerahkan seluruh wilayah Krimea, Donetsk, dan Luhansk kepada Rusia (meskipun Ukraina masih menguasai sebagian Donetsk dan Luhansk).
Status Netral: Ukraina harus mengubah konstitusinya untuk menjamin tidak akan pernah bergabung dengan aliansi pertahanan NATO.
Pembatasan Militer: Angkatan bersenjata Ukraina akan dibatasi jumlah personelnya (dari sekitar 880.000 menjadi 600.000) dan kekuatan militernya secara umum.
Dari 3 poin diatas, kita bisa menilai bahwa pihak agresor lebih diuntungkan sementara pihak yang membela diri dari agresor justru sangat dirugikan.
Kebijakan 'aneh' Presiden Donald Trump lainnya adalah menetapkan tarif tinggi terhadap produk impor dari Eropa yang merupakan sekutu Amerika itu sendiri.Penetapan tarif yang begitu tinggi kepada negara sekutu bukan hanya berdampak pada ekonomi global saja tetapi akan mendorong sekutu untuk mencari alternatif mitra dagang lain yang lebih menjanjikan. Hal ini menyebabkan retaknya kesatuan aliansi antara Amerika dan Eropa. Realibilitas Amerika dalam aliansi juga dipertanyakan karena Amerika cenderung ingin menarik diri dari tanggung jawab keamanan dan stabilitas di Eropa. Pada akhirnya Amerika akan ditinggalkan oleh negara-negara sekutu karena tindakan isolasionis dan perang dagang tersebut.
Di hadapan rezim komunis Cina dan Korea Utara, Presiden Trump cenderung 'lembek' dan selalu saja memuji pemimpin dari kedua negara tersebut. Hal ini sangat bertolak belakang dengan tindakan Trump terhadap pemimpin negara demokratis yang selalu bersikap skeptis dan kritis. Tindakan memuji pemimpin diktator ini dinilai mencederai semangat demokrasi dan kebebasan itu sendiri sebab sebagai negara demkorasi terkuat, sudah seharusnya Amerika mengkritisi pemimpin dari kedua negara itu bukan malah sebaliknya.
Kebijakan luar negeri Presiden Trump sejauh ini dinilai sangat lemah dan cenderung menguntungkan pihak yang bersebrangan dengan prinsip demokrasi. Akibatnya, masyarakat Amerika menanggung beban ekonomi yang cukup sulit dan kesatuan aliansi Amerika dan sekutu semakin lemah. Hal ini jika terus berlanjut, maka Rusia, Cina dan Iran akan memanfaatkan situasi ini untuk melakukan destabilisasi yang mengancam stabilitas global. Rusia akan memanfaatkan kelemahan Amerika ini untuk menyerang negara-negara NATO di masa depan dengan asumsi Amerika akan mengabaikan sekutu saat diserang. Kemudian Cina akan menyerang Taiwan dan mengacaukan keamanan di wilayah Laut Cina Selatan. Iran akan kembali melancarkan aksi destabilisasi dan terorisme di Timur Tengah. Israel dalam hal ini akan menjadi korban utama dalam aksi teror tersebut.
Keputusan ada di tangan Presiden Trump. Jika Trump tidak ingin perang dunia 3 terjadi, maka dia harus menerapkan kebijakan luar negeri yang kuat melalui slogan peace through strength sekarang juga.

Komentar
Posting Komentar