Oleh Dennis Ramadhan Awal bulan Desember menandai akhir dari tahun 2025. Namun, situasi di Asia Pasifik, khususnya di Asia bagian timur, masih sangat panas. Baru-baru ini dikabarkan bahwa Cina mengerahkan sebanyak kurang lebih 100 kapal perang ke wilayah Laut Kuning, tepatnya di area Laut Cina Timur. Tidak diketahui secara pasti apa motivasi Cina melakukan hal tersebut, namun pengamat berspekulasi bahwa Cina ingin menunjukkan kepada dunia kekuatan maritimnya. Angkatan Laut Cina (PLAN) diketahui memiliki sekitar 370 aset militer laut, meliputi kapal perang, kapal selam, dan aset maritim lainnya. Jumlah aset maritim ini melampaui yang dimiliki oleh Angkatan Laut Amerika Serikat dari segi kuantitas kapal. Pengerahan sebanyak 100 kapal perang Cina ke Laut Kuning ini cukup mengkhawatirkan negara-negara di kawasan regional. Tokyo, Taipei, dan Washington terus memonitor keadaan di Laut Kuning serta meningkatkan kesiapsiagaan terkait ...
Oleh Dennis Ramadhan
Di suatu masa, seorang pemimpin negara paling powerful di dunia saat itu berkata: “Vladimir Putin merupakan Presiden Rusia yang sangat cerdas bahkan jenius,” ujar pemimpin tersebut. Bagi orang yang sudah familiar dengan pujian-pujian terhadap pemimpin otoriter, tentu sudah bisa menebak siapa pemimpin di dunia saat ini yang senang memuji sistem kediktatoran: Dialah Donald Trump!
Tidak terhitung entah sudah berapa kali Trump memuji para pemimpin otoriter
sejak menjabat pertama kali sebagai Presiden Amerika Serikat. Entah apa yang
dipikirkan oleh Trump sehingga ia senang menyanjung para pemimpin tersebut.
Padahal kediktatoran merupakan sistem yang sangat bertolak belakang dengan
demokrasi. Sebagai pemimpin negara demokrasi terbesar, tidak layak bagi
Trump melakukan hal tersebut sebab itu sama saja artinya Amerika Serikat
tunduk pada sistem kediktatoran dan mencederai sistem demokrasi itu sendiri.
Salah satu pemimpin yang sangat “dicintai” dan disanjung oleh Trump adalah
Vladimir Putin. Hubungan “spesial” antara kedua tokoh ini bermula ketika
dokumen Kremlin yang bocor menerangkan bahwa Putin menginstruksikan operasi
rahasia untuk mendukung Trump sebagai kandidat presiden di tahun 2016.
Dokumen itu juga menjelaskan bahwa Trump merupakan orang yang impulsif,
narsis, dan sangat mudah dimanipulasi. Tujuan Rusia mengintervensi pemilu
Amerika di tahun 2016 selain untuk mendukung Trump, juga untuk memecah belah
opini publik serta melemahkan aliansi NATO.
Lucunya, meski sudah banyak dokumen dan bukti publik yang memperlihatkan
bagaimana Trump selalu mudah dimanipulasi dan dijadikan “agen” oleh Rusia,
Trump selalu menolak tuduhan tersebut bahkan justru membela Rusia. Tindakan
Trump ini menunjukkan bagaimana ia mudah dimanipulasi oleh Putin bahkan
selalu berpihak ke Rusia dibandingkan ke sekutu Amerika itu sendiri.
Mantan penasihat keamanan nasional Amerika, H.R. McMaster, mengklaim dalam
bukunya bahwa Putin memanfaatkan sifat ego dan insecure Trump untuk
memanipulasinya. Putin bahkan memuji Trump dengan tujuan untuk menipu dan
membodohi Trump, di saat bersamaan Putin melancarkan destabilisasi ke
negara-negara lain. Mantan agen CIA mendeskripsikan Trump sebagai “useful
idiot” bagi Rusia. Sebagai mantan agen KGB, Putin sangat pandai memainkan
perannya untuk memanipulasi orang lain dengan tujuan melancarkan agendanya.
Putin sejauh ini sukses memanipulasi Trump: Trump memuji Putin sebagai orang
jenius atas invasinya ke Ukraina.
Tipu Muslihat Putin dalam Negosiasi Perjanjian Damai Rusia dan Ukraina
Sebelum dilantik menjadi presiden Amerika Serikat periode ke-2 di tahun
2025, Trump berjanji akan mengakhiri konflik antara Rusia dan Ukraina dalam
24 jam. Namun beberapa bulan berjalan hingga saat ini, janji Trump hanyalah
tinggal janji. Kedua belah pihak masih berperang dan belum ada kejelasan
gencatan senjata akan dilaksanakan. Putin dalam negosiasi perjanjian damai
ini kembali memainkan kartu asnya: memuji dan memanipulasi Trump.
Di awal 2025, Trump mengirimkan utusannya Jared Kushner dan Steve Witkoff
untuk mengunjungi Moskow. Kunjungan ini dilakukan sebagai bentuk basa-basi
Amerika untuk membujuk Rusia agar mau menghentikan peperangan. Rusia melihat
upaya bujukan tersebut sebagai bentuk kelemahan; hasilnya militer Rusia
menyerang Kharkiv dan Sumy secara intensif sehingga melumpuhkan
infrastruktur di kedua kota tersebut. Trump lagi-lagi tak ambil pusing dan
mengabaikan tindakan yang dilakukan Rusia.
Selagi melancarkan aksi serangan ke Ukraina, Putin memuji Trump sebagai
satu-satunya presiden yang bisa menghentikan perang dan berkomitmen ingin
damai dengan Ukraina. Trump tersipu dan terpedaya oleh tipu muslihat yang
dilakukan Putin. Kedua pemimpin kembali bertemu di Alaska pada Agustus 2025
lalu. Lagi-lagi Putin memainkan trik lamanya: mengeluarkan statement
seolah-olah ingin berdamai dan memuji Trump, tetapi di sisi lain Putin
melakukan serangan yang lebih brutal terhadap Ukraina. Amerika dan Trump
lagi-lagi dibodohi oleh trik dan siasat Putin. Motivasi Rusia pada pertemuan
dengan Trump di Agustus itu diduga ingin menghindari sanksi yang telah
berbulan-bulan ditunda oleh Trump. Putin berhasil: Rusia tidak jadi
mendapatkan sanksi dan Rusia dapat terus melancarkan serangan militer ke
Ukraina.
Skenario yang sama kembali terjadi di bulan Desember ini. Trump menawarkan
konsesi wilayah kepada Rusia dengan harapan Rusia mau melakukan gencatan
senjata. Isi proposal perdamaian yang berisi 28 poin itu sangat
menguntungkan Rusia dan merugikan Ukraina sebagai korban agresi. Tetapi
lagi-lagi Putin menolak proposal tersebut, dan terus melancarkan agresi
militernya sembari mengeluarkan statement bahwa Rusia ingin damai.
Sebagai mantan agen KGB, tidak diragukan lagi bahwa Putin memiliki kemampuan
memanipulasi orang lain demi kepentingan pribadinya. Mantan diplomat
Lituania, Vygaudas Ušackas, mendeskripsikan Putin sebagai orang yang mampu
memanipulasi orang lain dengan mudah. Sudah beberapa bukti muncul dan di
setiap kesempatan Putin selalu memanipulasi Trump, tetapi Trump selalu
menolak tuduhan manipulasi tersebut. Trump bahkan percaya diri bahwa dirinya
tidak dibodohi oleh Putin.
Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di balik layar antara keduanya.
Donald Trump kita tahu ialah seorang pengusaha yang sangat cerdik. Selama
menjabat sebagai presiden, kebijakan politiknya senantiasa bersifat
transaksional. Trump mungkin terlihat bodoh dan seolah mudah dimanipulasi
oleh Putin. Tetapi kita tidak mengetahui apakah di antara mereka ada bisnis
yang disembunyikan. Trump juga senang dipuji dan tentu saja ia lebih
mengutamakan kepentingan bisnisnya di atas segalanya. Bisa jadi Trump dan
Putin memiliki urusan bisnis yang tak akan pernah kita ketahui. Trump bukan
orang yang bodoh, tetapi dia adalah tipe politisi transaksional yang
mengutamakan uang dan uang.
Dunia terus menunggu dan berharap kedamaian bisa kembali hadir di Eropa.
Kita tidak butuh perang di Eropa atau di manapun. Anak-anak muda kita jangan
sampai dikirimkan ke medan pertempuran hanya demi mempertahankan ego dari
para boomers itu.

Komentar
Posting Komentar