Langsung ke konten utama

Pengerahan 100 Kapal Perang Cina di Laut Kuning: Sinyal Agresi Menuju Invasi Taiwan 2027?

Oleh Dennis Ramadhan Awal bulan Desember menandai akhir dari tahun 2025. Namun, situasi di Asia Pasifik, khususnya di Asia bagian timur, masih sangat panas. Baru-baru ini dikabarkan bahwa Cina mengerahkan sebanyak kurang lebih 100 kapal perang ke wilayah Laut Kuning, tepatnya di area Laut Cina Timur. Tidak diketahui secara pasti apa motivasi Cina melakukan hal tersebut, namun pengamat berspekulasi bahwa Cina ingin menunjukkan kepada dunia kekuatan maritimnya. Angkatan Laut Cina (PLAN) diketahui memiliki sekitar 370 aset militer laut, meliputi kapal perang, kapal selam, dan aset maritim lainnya. Jumlah aset maritim ini melampaui yang dimiliki oleh Angkatan Laut Amerika Serikat dari segi kuantitas kapal. Pengerahan sebanyak 100 kapal perang Cina ke Laut Kuning ini cukup mengkhawatirkan negara-negara di kawasan regional. Tokyo, Taipei, dan Washington terus memonitor keadaan di Laut Kuning serta meningkatkan kesiapsiagaan terkait ...

Dari 2016 Hingga Kini : Putin Berhasil Memanipulasi Trump Berulang Kali

Oleh Dennis Ramadhan

Di suatu masa, seorang pemimpin negara paling powerful di dunia saat itu berkata: “Vladimir Putin merupakan Presiden Rusia yang sangat cerdas bahkan jenius,” ujar pemimpin tersebut. Bagi orang yang sudah familiar dengan pujian-pujian terhadap pemimpin otoriter, tentu sudah bisa menebak siapa pemimpin di dunia saat ini yang senang memuji sistem kediktatoran: Dialah Donald Trump!

Tidak terhitung entah sudah berapa kali Trump memuji para pemimpin otoriter sejak menjabat pertama kali sebagai Presiden Amerika Serikat. Entah apa yang dipikirkan oleh Trump sehingga ia senang menyanjung para pemimpin tersebut. Padahal kediktatoran merupakan sistem yang sangat bertolak belakang dengan demokrasi. Sebagai pemimpin negara demokrasi terbesar, tidak layak bagi Trump melakukan hal tersebut sebab itu sama saja artinya Amerika Serikat tunduk pada sistem kediktatoran dan mencederai sistem demokrasi itu sendiri.

Salah satu pemimpin yang sangat “dicintai” dan disanjung oleh Trump adalah Vladimir Putin. Hubungan “spesial” antara kedua tokoh ini bermula ketika dokumen Kremlin yang bocor menerangkan bahwa Putin menginstruksikan operasi rahasia untuk mendukung Trump sebagai kandidat presiden di tahun 2016. Dokumen itu juga menjelaskan bahwa Trump merupakan orang yang impulsif, narsis, dan sangat mudah dimanipulasi. Tujuan Rusia mengintervensi pemilu Amerika di tahun 2016 selain untuk mendukung Trump, juga untuk memecah belah opini publik serta melemahkan aliansi NATO.

Lucunya, meski sudah banyak dokumen dan bukti publik yang memperlihatkan bagaimana Trump selalu mudah dimanipulasi dan dijadikan “agen” oleh Rusia, Trump selalu menolak tuduhan tersebut bahkan justru membela Rusia. Tindakan Trump ini menunjukkan bagaimana ia mudah dimanipulasi oleh Putin bahkan selalu berpihak ke Rusia dibandingkan ke sekutu Amerika itu sendiri.

Mantan penasihat keamanan nasional Amerika, H.R. McMaster, mengklaim dalam bukunya bahwa Putin memanfaatkan sifat ego dan insecure Trump untuk memanipulasinya. Putin bahkan memuji Trump dengan tujuan untuk menipu dan membodohi Trump, di saat bersamaan Putin melancarkan destabilisasi ke negara-negara lain. Mantan agen CIA mendeskripsikan Trump sebagai “useful idiot” bagi Rusia. Sebagai mantan agen KGB, Putin sangat pandai memainkan perannya untuk memanipulasi orang lain dengan tujuan melancarkan agendanya. Putin sejauh ini sukses memanipulasi Trump: Trump memuji Putin sebagai orang jenius atas invasinya ke Ukraina.

Tipu Muslihat Putin dalam Negosiasi Perjanjian Damai Rusia dan Ukraina

Sebelum dilantik menjadi presiden Amerika Serikat periode ke-2 di tahun 2025, Trump berjanji akan mengakhiri konflik antara Rusia dan Ukraina dalam 24 jam. Namun beberapa bulan berjalan hingga saat ini, janji Trump hanyalah tinggal janji. Kedua belah pihak masih berperang dan belum ada kejelasan gencatan senjata akan dilaksanakan. Putin dalam negosiasi perjanjian damai ini kembali memainkan kartu asnya: memuji dan memanipulasi Trump.

Di awal 2025, Trump mengirimkan utusannya Jared Kushner dan Steve Witkoff untuk mengunjungi Moskow. Kunjungan ini dilakukan sebagai bentuk basa-basi Amerika untuk membujuk Rusia agar mau menghentikan peperangan. Rusia melihat upaya bujukan tersebut sebagai bentuk kelemahan; hasilnya militer Rusia menyerang Kharkiv dan Sumy secara intensif sehingga melumpuhkan infrastruktur di kedua kota tersebut. Trump lagi-lagi tak ambil pusing dan mengabaikan tindakan yang dilakukan Rusia.

Selagi melancarkan aksi serangan ke Ukraina, Putin memuji Trump sebagai satu-satunya presiden yang bisa menghentikan perang dan berkomitmen ingin damai dengan Ukraina. Trump tersipu dan terpedaya oleh tipu muslihat yang dilakukan Putin. Kedua pemimpin kembali bertemu di Alaska pada Agustus 2025 lalu. Lagi-lagi Putin memainkan trik lamanya: mengeluarkan statement seolah-olah ingin berdamai dan memuji Trump, tetapi di sisi lain Putin melakukan serangan yang lebih brutal terhadap Ukraina. Amerika dan Trump lagi-lagi dibodohi oleh trik dan siasat Putin. Motivasi Rusia pada pertemuan dengan Trump di Agustus itu diduga ingin menghindari sanksi yang telah berbulan-bulan ditunda oleh Trump. Putin berhasil: Rusia tidak jadi mendapatkan sanksi dan Rusia dapat terus melancarkan serangan militer ke Ukraina.

Skenario yang sama kembali terjadi di bulan Desember ini. Trump menawarkan konsesi wilayah kepada Rusia dengan harapan Rusia mau melakukan gencatan senjata. Isi proposal perdamaian yang berisi 28 poin itu sangat menguntungkan Rusia dan merugikan Ukraina sebagai korban agresi. Tetapi lagi-lagi Putin menolak proposal tersebut, dan terus melancarkan agresi militernya sembari mengeluarkan statement bahwa Rusia ingin damai.

Sebagai mantan agen KGB, tidak diragukan lagi bahwa Putin memiliki kemampuan memanipulasi orang lain demi kepentingan pribadinya. Mantan diplomat Lituania, Vygaudas Ušackas, mendeskripsikan Putin sebagai orang yang mampu memanipulasi orang lain dengan mudah. Sudah beberapa bukti muncul dan di setiap kesempatan Putin selalu memanipulasi Trump, tetapi Trump selalu menolak tuduhan manipulasi tersebut. Trump bahkan percaya diri bahwa dirinya tidak dibodohi oleh Putin.

Kita tidak pernah tahu apa yang terjadi di balik layar antara keduanya. Donald Trump kita tahu ialah seorang pengusaha yang sangat cerdik. Selama menjabat sebagai presiden, kebijakan politiknya senantiasa bersifat transaksional. Trump mungkin terlihat bodoh dan seolah mudah dimanipulasi oleh Putin. Tetapi kita tidak mengetahui apakah di antara mereka ada bisnis yang disembunyikan. Trump juga senang dipuji dan tentu saja ia lebih mengutamakan kepentingan bisnisnya di atas segalanya. Bisa jadi Trump dan Putin memiliki urusan bisnis yang tak akan pernah kita ketahui. Trump bukan orang yang bodoh, tetapi dia adalah tipe politisi transaksional yang mengutamakan uang dan uang.

Dunia terus menunggu dan berharap kedamaian bisa kembali hadir di Eropa. Kita tidak butuh perang di Eropa atau di manapun. Anak-anak muda kita jangan sampai dikirimkan ke medan pertempuran hanya demi mempertahankan ego dari para boomers itu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perang Dingin 2.0 : Menakar Kekuatan Militer Rusia vs NATO

Oleh Dennis Ramadhan Presiden Rusia Vladimir Putin akhir-akhir ini mengeluarkan pernyataan yang cukup mengejutkan: Rusia siap berperang dan mengalahkan Eropa! Pernyataan ini disampaikannya di tengah proses negosiasi perjanjian damai antara Rusia dan Ukraina yang sedang berlangsung. Perang antara Rusia dan Ukraina telah berlangsung selama lebih dari 3 tahun. Perang ini menyebabkan ketegangan antara Rusia dan NATO menjadi semakin besar dan dikhawatirkan akan memicu konfrontasi langsung antara keduanya. Meskipun NATO tidak ikut terlibat secara langsung dalam perang Rusia-Ukraina, NATO sangat aktif mengirimkan bantuan militer ke Ukraina. Pernyataan Presiden Putin ini bukan tanpa alasan. Selama beberapa tahun belakangan, Rusia selalu melakukan latihan militer Zapad. Tahun 2025 ini, Rusia dan Belarus melakukan latihan militer gabungan Zapad-2025. Latihan Zapad-2025 melibatkan lebih dari 100.000 personel militer dari kedua negara....

28-Poin Proposal Perdamaian Cenderung Lebih Menguntungkan Rusia

Oleh Dennis Ramadhan Sudah tiga tahun penuh sejak Rusia melancarkan invasi skala besar ke Ukraina. Darah terus mengalir, kota-kota menjadi reruntuhan, dan jutaan nyawa melayang. Semua orang—tanpa terkecuali—ingin perang ini berakhir secepat mungkin. Bahkan Winston Churchill pernah berkata, “Berunding selalu lebih baik daripada berperang. Namun, berunding untuk maksud perdamaian bukan berarti menyerah dan tunduk pada tekanan pihak lawan. Presiden Donald Trump pernah dengan percaya diri mengklaim bahwa dia bisa menghentikan perang Rusia-Ukraina dalam waktu 24 jam saja. Kini, setelah berbulan-bulan pertemuan, termasuk pertemuan Trump-Putin di Alaska pada Agustus lalu, Donald Trump menyadari: menyelesaikan konflik ini jauh lebih sulit daripada sekadar omong kosong di panggung kampanye. Baru-baru ini, Amerika Serikat mengajukan proposal perdamaian yang disebut “Rencana Damai 28 Poin”. Pembuatan proposal perdamaian ini terinspirasi d...

Presiden Trump, Ini Jaminan Keamanan Terbaik Untuk Ukraina

                                         Oleh Dennis Ramadhan Perang Rusia dan Ukraina telah memasuki fase kritis di mana kedua belah pihak masih saling menyerang satu sama lain namun tidak mampu mengubah peta pertempuran secara signifikan. Perang yang berkelanjutan tanpa ada kemenangan yang pasti tentu akan menghabiskan banyak sumber daya dari kedua belah pihak, serta korban yang semakin bertambah baik itu tentara yang tewas atau masyarakat umum. Perang yang sangat mengerikan ini sudah seharusnya berakhir dan Eropa bahkan dunia sudah jenuh dengan peperangan ini. Kita setidaknya setuju dengan Presiden Donald Trump yang mengatakan bahwa perang Rusia dan Ukraina seharusnya tidak pernah terjadi. Jika perang ini terus berlanjut maka akan dikhawatirkan akan meningkatkan eskalasi yang berujung pada perang antara Rusia dan NATO. Hal itu merupakan sk...