Oleh Dennis Ramadhan
Delapan puluh tahun yang lalu, Perang Dunia II berakhir dengan kemenangan Sekutu. Kemenangan ini tak lepas dari kontribusi Amerika melalui Lend-Lease Act yang mengirimkan pasokan penting ke negara-negara sekutu, terutama Inggris dan Uni Soviet. Amerika pada masa itu menjadi pahlawan penting bagi Sekutu sehingga berhasil mengalahkan Blok Poros. Tanpa Amerika, suplai persenjataan di Eropa pasti terhambat karena Jerman terus-menerus membom pabrik-pabrik produksi senjata. Sementara itu, wilayah Amerika yang jauh dari Eropa memungkinkannya memproduksi senjata tanpa khawatir dibom Jerman.
Pada masa Perang Dingin, Amerika juga berperan besar mempertahankan stabilitas demokrasi di negara-negara Eropa serta menjauhkan pengaruh komunisme yang sangat kuat saat itu. Dalam bidang ekonomi, Amerika membantu merekonstruksi Eropa melalui Marshall Plan tahun 1948. Ketika menghadapi perang proksi dengan Uni Soviet, Amerika mengirimkan bantuan militer ke negara-negara garis depan anti-komunis seperti Korea Selatan, Vietnam Selatan, Taiwan, dan Afghanistan. Semua itu dilakukan atas nama mempertahankan demokrasi dan mencegah penyebaran komunisme di dunia.
Kini semua itu tinggal cerita. Setelah Uni Soviet bubar pada 1991, Amerika merasa tidak lagi memiliki musuh sejati. Kebijakan luar negeri Amerika hingga kini cenderung isolasionis dan proteksionis. Hal ini terbukti melalui kebijakan “America First” yang diterapkan Presiden Donald Trump. Lewat kebijakan itu, Trump bahkan mendeklarasikan perang dagang ke seluruh dunia, termasuk sekutu-sekutunya di Eropa. Alih-alih mengirimkan bantuan ekonomi, Trump justru memberlakukan tarif tinggi terhadap barang-barang impor dari Eropa.
Amerika juga menarik pasukannya secara sepihak dari Afghanistan, memaksa pemimpin dan pasukan demokratis Afghanistan berjuang sendirian melawan Taliban yang jauh lebih kuat. Akibat ditinggalkan Amerika, kekuatan pro-demokrasi kalah, dan Taliban berhasil menguasai kembali negara itu. Pada perang Rusia-Ukraina, Amerika kembali menunjukkan ketidaksiapannya mendukung sekutu. Ukraina kini justru dipaksa menyerahkan wilayahnya kepada Rusia. Amerika bahkan mengancam akan menghentikan bantuan militer dan ekonomi jika Ukraina tidak mau menandatangani perjanjian damai yang jelas-jelas sangat menguntungkan Rusia.
Jika perjanjian itu benar-benar ditandatangani, Eropa akan berada dalam situasi sulit. Perjanjian damai tersebut akan memberi sinyal hijau bagi Rusia untuk meningkatkan agresi militernya ke negara-negara Eropa. Ironisnya, Amerika justru berencana mengurangi jumlah pasukannya di Eropa di saat benua ini sedang berada dalam fase kritis: Rusia melancarkan perang hybrid melalui sabotase, infiltrasi drone, dan serangan terhadap fasilitas militer serta publik di berbagai negara Eropa.
Melihat kebijakan luar negeri Amerika yang semakin isolasionis, sudah sewajarnya Eropa mulai memikirkan cara menjaga keamanan dan stabilitasnya sendiri tanpa bergantung pada Amerika. Beberapa langkah konkret yang harus segera dilakukan adalah:
1. Meningkatkan anggaran pertahanan secara signifikan dan mendukung produksi persenjataan militer secara mandiri. Saat ini Eropa masih sangat bergantung pada impor senjata dari Amerika. Dalam situasi krisis, Amerika bisa saja menarik diri karena “America First” selalu mengutamakan kepentingan nasionalnya sendiri.
2. Mengintegrasikan kekuatan militer secara penuh di antara negara-negara anggota Uni Eropa dan NATO yang berbasis di Eropa, sehingga tercipta strategi serta doktrin militer yang jelas dan tidak lagi bergantung pada komando Amerika.
3. Mengembangkan kapabilitas militer mandiri, terutama di bidang intelijen, pengawasan, dan pengintaian (ISR), karena Amerika tidak selamanya mau atau mampu membantu ketika perang tidak menguntungkan kepentingannya.
4. Memberikan bantuan masif kepada Ukraina, baik senjata maupun ekonomi, karena Ukraina adalah garis depan pertahanan Eropa. Mendukung industri pertahanan Ukraina secara besar-besaran adalah cara paling efektif mencegah perang langsung antara Rusia dan NATO.
5. Mengembangkan teknologi strategis sendiri (AI, semikonduktor, satelit, siber) tanpa terus-menerus bergantung pada perusahaan Amerika.
6. Menyadari bahwa tidak ada jaminan Amerika akan menjalankan Artikel 5 NATO dengan sungguh-sungguh. Pengurangan pasukan AS di Eropa dan pergeseran fokus ke Asia-Pasifik telah melemahkan kredibilitas komitmen Amerika.
Eropa dan Amerika tetap bisa bersahabat dan bahkan bersekutu, tetapi Eropa harus berpikir pragmatis: Amerika bukan lagi sekutu yang bisa diandalkan sepenuhnya. Sejarah membuktikan Amerika hanya terlibat perang ketika kepentingannya langsung terancam—Perang Dunia I karena kapal dagangnya ditenggelamkan Jerman, Perang Dunia II karena Pearl Harbor diserang Jepang. Bayangkan jika besok pagi Rusia menginvasi negara Baltik atau Polandia tanpa menyentuh satu pun kepentingan Amerika secara langsung—apakah Amerika masih akan datang membantu?
Pada akhirnya, stabilitas dan keamanan Eropa berada di tangan Eropa sendiri. Waktu terus berjalan cepat. Beruntungnya, angin lembut masih berhembus damai di Warsawa dan Vilnius pada malam hari yang mulai terasa semakin suram.
.jpg)
Komentar
Posting Komentar