Langsung ke konten utama

Rusia vs Ukraina: Dari Mitos Kekuatan Superpower ke Realitas Paper Tiger

Oleh Dennis Ramadhan Tak terasa sudah lebih dari tiga tahun sejak Putin menginstruksikan pasukannya untuk menduduki seluruh Ukraina dalam waktu tiga hari. Perang yang Putin harapkan bisa selesai dalam waktu 3 hari ternyata belum lekas selesai sampai sekarang. Rusia dulunya dikenal sebagai negara dengan pasukan militer nomor 2 terkuat di dunia setelah Amerika Serikat. Namun, setelah perang Rusia-Ukraina berlangsung, fakta menunjukkan hal yang berbeda. Militer Rusia tetap menjadi nomor 2, tetapi bukan di dunia, melainkan di Ukraina. Ini bukan candaan, tetapi fakta yang ada di lapangan. Sampai saat ini pun, Rusia belum mampu meraih superioritas udara di langit Ukraina. Justru kebanyakan jet tempur Rusia berhasil ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udara Ukraina. Hal ini sangat ironis mengingat Ukraina hanyalah negara dengan perlengkapan militer yang sudah tua karena menggunakan teknologi peninggalan Soviet. Anehnya, Rusia tidak mampu...

Ketika Amerika Lepas Tangan, Rusia Mengasah Pedang

Oleh Dennis Ramadhan

Baru-baru ini Pentagon mengeluarkan pernyataan yang benar-benar mengejutkan: mulai tahun 2027, Eropa harus bertanggung jawab penuh atas keamanan kawasannya sendiri. Eropa tidak boleh lagi bergantung sepenuhnya kepada Amerika, terutama dalam kapabilitas militer konvensional seperti intelijen, sistem pertahanan udara, dan proyeksi kekuatan. Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, Amerika Serikat akan menarik diri dari sebagian sistem koordinasi pertahanan NATO. Pentagon bahkan bersikeras memaksa setiap anggota NATO di Eropa menaikkan anggaran pertahanan menjadi minimal 5% dari GDP.

Kebijakan “pria oren” ini kembali mengarah pada isolasionisme — dan itu sangat berbahaya. Pada 2027, ancaman bukan hanya datang dari Rusia yang semakin agresif, tetapi juga dari China yang semakin dekat dengan rencana invasi Taiwan. Pernyataan Pentagon ini tidak hanya membuat Eropa gelisah, tetapi juga seluruh dunia. Amerika, yang selama ini menjadi pemimpin tatanan dunia berbasis demokrasi, seolah-olah sedang mengirim sinyal hijau kepada rezim-rezim otoriter: “Silakan bertindak sesuka hati, kami sudah tidak terlalu peduli lagi.”

Sejak 2018, Trump memang sering bercanda bahwa Amerika akan keluar dari NATO. Jika pada 2027 Amerika benar-benar memutus sebagian kerja sama pertahanan, kredibilitas Artikel 5 NATO — prinsip “serangan terhadap satu adalah serangan terhadap semua” — akan langsung dipertanyakan. Rusia pasti akan memanfaatkan celah itu untuk memperluas agresinya ke negara-negara Eropa lainnya. Selama 76 tahun, Artikel 5 adalah penangkal utama yang membuat Uni Soviet (dan kemudian Rusia) berpikir seribu kali sebelum menyerang anggota NATO. Melemahkan Artikel 5 berarti membuka pintu kekacauan.

Kilas Balik NATO

NATO lahir pada 1949 dengan hanya 12 anggota. Kini aliansi ini memiliki 32 negara dan menjadi kekuatan pertahanan terkuat di dunia. Artikel 5 adalah tiang utamanya. Pada 1950-an hingga akhir Perang Dingin, Amerika memberikan kontribusi terbesar — baik dana maupun personel.

Masalah mulai muncul setelah krisis ekonomi global 2008. Banyak negara Eropa kesulitan memenuhi target anggaran pertahanan 2% GDP yang disepakati di KTT Wales 2014. Trump kemudian menggunakan alasan itu untuk terus mengkritik dan mengancam keluar dari NATO. Invasi Rusia ke Ukraina pada 2022 memang menjadi “pukulan keras” yang menyadarkan Eropa. Akhirnya, rata-rata anggaran pertahanan negara-negara NATO naik menjadi sekitar 1,8% GDP — meski masih banyak yang belum mencapai 2%, apalagi 5%.

Di satu sisi, rakyat Amerika memang lelah menjadi “polisi dunia”. Di sisi lain, Eropa selama puluhan tahun terlalu nyaman bersandar pada payung keamanan Amerika. Ketika gelombang populisme naik dan Trump kembali berkuasa, suara rakyat Amerika semakin keras: “Biarkan Eropa menanggung beban sendiri.”

Namun, menekan atau mengancam NATO di saat krisis seperti sekarang bukanlah langkah bijak.

Ancaman di Tahun 2027

Eropa kehabisan waktu. Sebelum 2027, Benua Biru itu harus melakukan militerisasi skala penuh. Jika masih bergantung sepenuhnya pada Amerika, nasibnya bisa sama seperti Ukraina saat ini. Amerika sudah tidak lagi bisa diandalkan 100%.

Situasi saat ini sudah sangat kritis. Rusia dan NATO sedang berada dalam fase perang hybrid: drone-drone pengintai Rusia terus terdeteksi di atas fasilitas militer Jerman, Rumania, hingga negara-negara Baltik. Jika Amerika terlihat semakin skeptis terhadap sekutunya sendiri, Rusia tidak akan punya alasan untuk tidak meningkatkan eskalasi — bahkan invasi terbuka ke negara-negara Baltik atau Polandia bukan lagi hal mustahil.

Tapi Rusia juga harus ingat: meskipun tanpa Amerika sekalipun, kekuatan militer konvensional Eropa (ditambah Inggris, Prancis yang punya senjata nuklir, serta Polandia yang sedang gila-gilaan memodernisasi angkatan bersenjatanya) masih jauh lebih superior. Pengamat militer sepakat: jika Rusia nekat menyerang anggota NATO, rezim Putin bisa runtuh dalam hitungan bulan.

Pada akhirnya, meskipun hubungan Amerika–NATO sedang renggang, Rusia harus sadar bahwa mereka tidak akan mampu bertahan melawan NATO yang bersatu — dengan atau tanpa Amerika.

Eropa, bangkitlah. Tanggung jawab keamanan kini benar-benar ada di tangan kalian. Jika “pria oren” itu ingin pergi, biarkan saja — asalkan kalian sudah siap dengan militer kalian sendiri.

Angin sepoi-sepoi masih bertiup lembut di taman-taman kota Warsawa. Anak-anak masih bermain dan tertawa. Semoga musim panas tahun depan, dan tahun-tahun sesudahnya, kedamaian itu masih bisa mereka rasakan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perang Dingin 2.0 : Menakar Kekuatan Militer Rusia vs NATO

Oleh Dennis Ramadhan Presiden Rusia Vladimir Putin akhir-akhir ini mengeluarkan pernyataan yang cukup mengejutkan: Rusia siap berperang dan mengalahkan Eropa! Pernyataan ini disampaikannya di tengah proses negosiasi perjanjian damai antara Rusia dan Ukraina yang sedang berlangsung. Perang antara Rusia dan Ukraina telah berlangsung selama lebih dari 3 tahun. Perang ini menyebabkan ketegangan antara Rusia dan NATO menjadi semakin besar dan dikhawatirkan akan memicu konfrontasi langsung antara keduanya. Meskipun NATO tidak ikut terlibat secara langsung dalam perang Rusia-Ukraina, NATO sangat aktif mengirimkan bantuan militer ke Ukraina. Pernyataan Presiden Putin ini bukan tanpa alasan. Selama beberapa tahun belakangan, Rusia selalu melakukan latihan militer Zapad. Tahun 2025 ini, Rusia dan Belarus melakukan latihan militer gabungan Zapad-2025. Latihan Zapad-2025 melibatkan lebih dari 100.000 personel militer dari kedua negara....

Rusia vs Ukraina: Dari Mitos Kekuatan Superpower ke Realitas Paper Tiger

Oleh Dennis Ramadhan Tak terasa sudah lebih dari tiga tahun sejak Putin menginstruksikan pasukannya untuk menduduki seluruh Ukraina dalam waktu tiga hari. Perang yang Putin harapkan bisa selesai dalam waktu 3 hari ternyata belum lekas selesai sampai sekarang. Rusia dulunya dikenal sebagai negara dengan pasukan militer nomor 2 terkuat di dunia setelah Amerika Serikat. Namun, setelah perang Rusia-Ukraina berlangsung, fakta menunjukkan hal yang berbeda. Militer Rusia tetap menjadi nomor 2, tetapi bukan di dunia, melainkan di Ukraina. Ini bukan candaan, tetapi fakta yang ada di lapangan. Sampai saat ini pun, Rusia belum mampu meraih superioritas udara di langit Ukraina. Justru kebanyakan jet tempur Rusia berhasil ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udara Ukraina. Hal ini sangat ironis mengingat Ukraina hanyalah negara dengan perlengkapan militer yang sudah tua karena menggunakan teknologi peninggalan Soviet. Anehnya, Rusia tidak mampu...

Mengapa Serangan Pre-emptive NATO ke Rusia Bukan Ide yang Buruk

Oleh Dennis Ramadhan Perang antara Rusia dan Ukraina telah berlangsung selama lebih dari 3 tahun. Ratusan ribu orang telah menjadi korban dari keganasan perang yang tak berkesudahan ini. Presiden Donald Trump memang benar, perang ini seharusnya tidak pernah terjadi. Namun, akar penyebab dari perang ini tak lepas dari lemahnya respon Amerika dan Eropa terhadap agresi Rusia di masa lalu. Di tahun 2008, Rusia melakukan agresi militer terhadap Georgia, namun tidak ada respon yang diberikan. Kemudian di tahun 2014 ketika Rusia mencaplok Crimea dari Ukraina, lagi-lagi Eropa dan Amerika tidak melakukan tindakan apapun selain memberikan sanksi lemah yang tidak berpengaruh apapun terhadap Rusia. Pola seperti ini terus dilakukan oleh sekutu beberapa tahun belakangan sehingga Rusia mencium bau kelemahan dan ketakutan dari Amerika dan Eropa. Amerika dan Eropa mempunyai organisasi militer yang paling kuat di dunia yaitu NATO. NATO sebenarnya m...