Oleh Dennis Ramadhan
Thailand dan Kamboja kembali saling serang di sepanjang wilayah perbatasan antara kedua negara. Suara ledakan granat, peluru artileri hingga roket terdengar jelas. Kedua negara sebelumnya telah sepakat untuk melakukan gencatan senjata yang dimediasi oleh Amerika. Namun kini perang kembali berkobar. Kamboja dan Thailand mengerahkan personel militer, tank dan artileri ke wilayah perbatasan kedua negara.
Akar Utama Penyebab Konflik
Konflik bersenjata di awal 2025 antara kedua negara tidak terjadi dengan tiba-tiba. Kedua negara selama puluhan tahun telah berulangkali terlibat dalam konflik. Perang antara Thailand dan Kamboja dipicu oleh sengketa wilayah yang telah berlangsung selama kurang lebih satu abad. Wilayah yang disengketakan ini berpusat pada Candi Preah Vihear (disebut Khao Phra Viharn di Thailand) serta beberapa wilayah perbatasan di sekitarnya. Ketidakjelasan pembagian wilayah di era kolonial Prancis menciptakan keadaan yang tidak stabil bagi kedua negara. Hal ini juga memicu isu nasionalisme, politik dan sengketa wilayah yang tidak berkesudahan membuat perang antara kedua negara tak bisa dihindari. Di tahun 2008-2011, kedua negara terlibat konflik kecil terkait dengan sengketa wilayah, tetapi situasi saat ini berkembang menjadi konflik bersenjata yang lebih besar dibandingkan sebelumnya. Keduanya kini saling serang menggunakan roket, proyektil, bahkan serangan jet tempur Thailand terhadap pangkalan militer Kamboja.
Awal Mula Sengketa Wilayah
Awal mula sengketa wilayah kedua negara bermula di abad ke-20 Ketika kolonial Eropa memetakan wilayah koloni tanpa memperhatikan realita lokal. Di tahun 1904 dan 1907, Prancis yang saat itu menduduki Kamboja menandatangani perjanjian perbatasan wilayah kedua negara dengan Siam ( Thailand ). Perjanjian ini menetapkan bahwa perbatasan kedua negara mengikuti batas aliran air di sepanjang Pegunungan Dangrek, sebuah lereng terjal yang memisahkan Kamboja bagian utara dari wilayah Isan di Thailand. Namun, surveyor dari Prancis membuat peta yang menyimpang dari garis batas tersebut dan menempatkan kuil Preah Vihear tepat di atas tebing di wilayah Kamboja.
Thailand awalnya menerima model peta perbatasan antara kedua wilayah, bahkan mencetak peta tersebut untuk didistribusikan kepada khalayak umum. Namun masih terdapat ambiguitas, perjanjian tersebut tidak secara eksplisit mengatur lahan seluas 4,6 kilometer persegi di sekitar kuil, sehingga menimbulkan klaim yang tumpang tindih. Selama Perang Dunia II, Thailand dan Jepang merupakan sekutu dekat. Dengan dukungan Jepang, Thailand menduduki kuil Preah Vihear dan wilayah di sekitarnya. Ketika Jepang kalah di Perang Dunia II, Thailand pun dipaksa untuk mengembalikan wilayah tersebut ke Kamboja.
Pasca kemerdekaan Kamboja di tahun 1953, Thailand kembali menduduki kuil tersebut. Kamboja melaporkan aksi Thailand ke Pengadilan Internasional (ICJ) di tahun 1959. Pengadilan Internasional menegaskan bahwa kuil tersebut merupakan milik Kamboja berdasarkan fakta sejarah sebelumnya ( peta perbatasan wilayah Thailand dan Prancis ). Pasukan militer Thailand pun menarik diri dari wilayah di sekitar kuil tersebut.
Eskalasi Politik di Tahun 2008
Kedua negara kembali bersitegang di tahun 2008. Isu sengketa wilayah ini dimanfaatkan oleh politisi kedua negara untuk menggenjot popularitas. Di Kamboja, Perdana Menteri Hun Sen mengupayakan agar kuil Preah Vihear mendapatkan status sebagai warisan dunia dari UNESCO. Upaya dari PM Hun Sen juga didukung oleh pemerintah Thailand Samak Sundaravej, tetapi banyak yang menentang tindakan pemerintah tersebut.
Di Thailand, para demonstran turun ke jalan memprotes agar Menteri Luar Negeri Samak mengundurkan diri. Beberapa hari kemudian,kedua negara terlibat dalam konflik di perbatasan. Aksi kontak senjata antara kedua belah pihak menyebabkan adanya korban jiwa dan ribuan orang mengungsi. Konflik terus terjadi hingga tahun 2011. ASEAN berupaya melakukan mediasi untuk gencatan senjata, namun secara fundamental konflik kedua negara belum dapat diselesaikan secara damai.
Eskalasi Militer di Tahun 2025
Insiden kembali terjadi di tahun 2025. Kali ini, kontak senjata antara kedua belah pihak di perbatasan dekat kuil Preah Vihear menyebabkan terbunuhnya seorang tentara Kamboja Letnan Dua Suon Roun. Kedua negara saling menyalahkan satu sama lain : Kamboja mengklaim Thailand melakukan penyusupan ke wilayahnya sementara itu Thailand mengklaim Kamboja menembakkan senjata ke tentara Thailand.
Pada bulan Juni, bentrokan meluas ke wilayah Ta Moan Thom, Ta Krabey, dan Chong Bok. Pemerintah Kamboja menolak diskusi bilateral dan menyatakan bahwa negaranya berhak membela diri dari agresi militer. Thailand kemudian mengerakan tank dan artileri ke wilayah perbatasan. Pada tanggal 15 Juli, jet tempur Thailand membombardir pangkalan militer Kamboja di dekat Preah Vihear, 12 orang tewas dalam kejadian tersebut. Kamboja membalas serangan itu dengan menggunakan bom tandan. Sekitar lebih dari 500 personel militer terlibat dalam konflik disepanjang perbatasan wilayah kedua negara. Thailand diklaim berhasil menduduki wilayah bukit 350 dan Kamboja mengklaim Prasat Ta Karbay.
Sampai Desember 2025, Konflik kedua negara telah memakan korban sebanyak lebih dari 50 orang, dan ribuan orang harus kehilangan tempat tinggal. Tensi kedua negara saat ini masih sangat tinggi. Resiko eskalasi militer yang berujung pada perang skala penuh tidak dapat dikesampingkan. Jika eskalasi militer kedua negara berujung pada perang skala penuh, maka akan berdampak buruk pada stabilitas regional.
Thailand dan Kamboja harus bisa sama-sama menahan diri. Perang kedua negara akan menjadi bencana bagi keduanya. Stabilitas di ASEAN harus lebih diutamakan sebab jika kedua negara terus berperang, maka akan memicu destabilisasi baik dari segi ekonomi, politik dan kemanusiaan.
Selain Amerika, Cina sebenarnya mampu menengahi konflik tersebut. Cina sebagai negara yang secara politik dan ekonomi memiliki pengaruh kuat di Asia, bisa menjadi mediator bagi kedua belah pihak. Cina harus secara aktif berpartisipasi dalam usaha mencapai perdamaian di kawasan ASEAN.

Komentar
Posting Komentar