Langsung ke konten utama

Rusia vs Ukraina: Dari Mitos Kekuatan Superpower ke Realitas Paper Tiger

Oleh Dennis Ramadhan Tak terasa sudah lebih dari tiga tahun sejak Putin menginstruksikan pasukannya untuk menduduki seluruh Ukraina dalam waktu tiga hari. Perang yang Putin harapkan bisa selesai dalam waktu 3 hari ternyata belum lekas selesai sampai sekarang. Rusia dulunya dikenal sebagai negara dengan pasukan militer nomor 2 terkuat di dunia setelah Amerika Serikat. Namun, setelah perang Rusia-Ukraina berlangsung, fakta menunjukkan hal yang berbeda. Militer Rusia tetap menjadi nomor 2, tetapi bukan di dunia, melainkan di Ukraina. Ini bukan candaan, tetapi fakta yang ada di lapangan. Sampai saat ini pun, Rusia belum mampu meraih superioritas udara di langit Ukraina. Justru kebanyakan jet tempur Rusia berhasil ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udara Ukraina. Hal ini sangat ironis mengingat Ukraina hanyalah negara dengan perlengkapan militer yang sudah tua karena menggunakan teknologi peninggalan Soviet. Anehnya, Rusia tidak mampu...

Rusia vs Ukraina: Dari Mitos Kekuatan Superpower ke Realitas Paper Tiger

Oleh Dennis Ramadhan

Tak terasa sudah lebih dari tiga tahun sejak Putin menginstruksikan pasukannya untuk menduduki seluruh Ukraina dalam waktu tiga hari. Perang yang Putin harapkan bisa selesai dalam waktu 3 hari ternyata belum lekas selesai sampai sekarang. Rusia dulunya dikenal sebagai negara dengan pasukan militer nomor 2 terkuat di dunia setelah Amerika Serikat. Namun, setelah perang Rusia-Ukraina berlangsung, fakta menunjukkan hal yang berbeda. Militer Rusia tetap menjadi nomor 2, tetapi bukan di dunia, melainkan di Ukraina. Ini bukan candaan, tetapi fakta yang ada di lapangan. Sampai saat ini pun, Rusia belum mampu meraih superioritas udara di langit Ukraina. Justru kebanyakan jet tempur Rusia berhasil ditembak jatuh oleh sistem pertahanan udara Ukraina. Hal ini sangat ironis mengingat Ukraina hanyalah negara dengan perlengkapan militer yang sudah tua karena menggunakan teknologi peninggalan Soviet. Anehnya, Rusia tidak mampu meraih superioritas militer baik di udara, laut, maupun darat. Jadi, fakta dan teori tentang kekuatan militer Rusia yang selama ini kita dengar tidak sesuai dengan kenyataan yang sesungguhnya. Tak heran para pengamat militer menilai bahwa Rusia hanyalah “paper tiger” yang senang beretorika tentang kehebatan militernya.

Satu-satunya hal yang dibanggakan oleh Rusia saat ini hanyalah senjata nuklirnya. Kita pun tidak tahu apakah rudal balistik antarbenua yang menggunakan hulu ledak nuklir itu masih berfungsi dengan baik atau tidak. Sebab tingkat korupsi di Rusia sangatlah tinggi, jadi tidak menutup kemungkinan banyak dari rudal yang berhulu ledak nuklir itu tidak terawat dengan baik akibat dana maintenance yang diselewengkan oleh petinggi militer Rusia. Berbicara soal kekuatan militer konvensional, dari segi kuantitas dan kualitas Rusia masih tertinggal jauh dari Barat bahkan dari Cina sekalipun. Sejauh ini, hanya Cina yang merupakan negara satu-satunya di luar Amerika Serikat yang memiliki jet tempur generasi kelima yang resmi beroperasi dalam jumlah besar. Sementara itu, jet tempur Rusia Su-57 yang diklaim generasi kelima hanya beroperasi dalam jumlah yang sangat sedikit bahkan nyaris tidak ada. Hal ini semakin menguatkan argumentasi bagaimana Rusia sebenarnya sangat lemah dari segi kekuatan militer konvensional maupun nuklir. Tak heran, Ukraina mampu bertahan bahkan sebenarnya mampu memenangkan peperangan dengan Rusia asalkan sekutu mau memberikan dukungan yang lebih untuk Ukraina.

Perang Rusia-Ukraina kini sudah memasuki fase yang stabil, di mana garis peta peperangan antara kedua belah pihak tidak banyak bergeser. Rusia seolah kesulitan untuk menaklukkan bahkan sebagian kecil wilayah di Ukraina. Berikut analisis mengapa Rusia tidak akan pernah menang menghadapi Ukraina.

Rusia Berhasil Menduduki Sebagian Kecil Wilayah Ukraina dengan Harga yang Sangat Mahal

Selama tahun 2025 ini, Rusia hanya mampu menduduki wilayah Ukraina sebesar 4.669 kilometer persegi (bukan meter persegi). Jika dipersentasekan dengan total seluruh wilayah Ukraina, maka didapatkan angka sebesar 0,77%. Jika dikalkulasikan lebih lanjut, selama 1 hari tentara Rusia hanya mampu maju sejauh 135 meter. Hal ini bagi sebagian pengamat bukan hal yang mengejutkan sebab Rusia selama ini hanya mampu mengirimkan personel militer tanpa dibarengi dengan alutsista militer yang layak. Hasilnya, ratusan ribu orang tewas dan hanya menjadi “mayat hidup” yang dikirimkan ke front terdepan. Doktrin militer Rusia masih mengandalkan doktrin militer era Soviet yang mengandalkan jutaan manusia tidak terlatih berperang di front terdepan. Sementara itu, Ukraina meskipun awalnya mengandalkan teknologi era Soviet, tetapi kini sudah menggunakan senjata standar NATO sehingga doktrin militer Ukraina jauh lebih baik karena menerapkan standar Barat. Militer Ukraina kini juga dilengkapi dengan persenjataan militer yang jauh lebih canggih dan modern, tak heran Rusia selalu kewalahan baik dalam menyerang maupun bertahan menghadapi kekuatan militer Ukraina. Tanpa bantuan Amerika sekalipun, Ukraina akan tetap mampu bertahan dan memberikan perlawanan serius terhadap pasukan Rusia, sebab Eropa masih menyuplai peralatan militer yang kualitasnya tak kalah hebat dengan Amerika.

Mesin Perang Rusia Kehilangan Bahan Bakar

Meski ekonomi Rusia cukup stabil di awal-awal tahun 2022, namun kini ekonomi Rusia mengalami kontraksi yang cukup parah. Sanksi terhadap Lukoil dan Rosneft menyebabkan hilangnya sebagian pendapatan ekspor minyak bumi Rusia. Selama satu tahun, biaya perang Rusia membengkak hingga 200 miliar dolar. Akibatnya, pemerintah memotong anggaran biaya sosial masyarakat sebesar 7-8% untuk keperluan perang. Di tahun 2026, masalah ekonomi yang dialami Rusia akan bertambah parah dari tahun-tahun sebelumnya. Hal ini tentu menyebabkan Rusia akan mengalami kesulitan dalam membiayai perang di tahun-tahun berikutnya. Sementara itu, Ukraina masih mendapatkan bantuan finansial dari sekutu. Bantuan finansial dari sekutu akan memungkinkan militer Ukraina untuk tetap bertahan dari agresi Rusia.

Kualitas Alutsista Militer yang Buruk

Kualitas alutsista militer yang dimiliki Rusia sejauh ini jauh dari kata baik. Baik itu tank, artileri, maupun jet tempur tidak terpelihara dengan baik. Korupsi yang merajalela di Rusia menyebabkan hilangnya anggaran yang seharusnya digunakan untuk maintenance alutsista militer tersebut. Akibatnya, saat perang terjadi, semua peralatan militer tidak berfungsi dengan baik. Doktrin militer yang buruk dan dibarengi dengan kualitas alutsisa militer yang jelek merupakan dua kombinasi sempurna yang dapat membuat kekalahan Rusia semakin dekat. Kini Ukraina sukses menjadikan wilayahnya sebagai kuburan bagi tank-tank Rusia. Bahkan karena kekurangan tank, Rusia sampai harus menggunakan tank T-62 dan BMP-1 yang merupakan peralatan militer jadul peninggalan Soviet.

Personel Militer yang Tidak Berpengalaman

Selama Perang Rusia-Ukraina, jumlah personel yang menjadi korban dari pihak Rusia hampir mencapai 1 juta orang. Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan dengan jumlah tentara Soviet yang menjadi korban selama perang proksi dengan Amerika di era Perang Dingin (1945-1991). Proses rekrutmen personel militer Rusia juga sangat buruk. Para tentara yang direkrut bukanlah orang-orang yang berpengalaman, sangat berbeda dengan personel militer Ukraina yang penuh motivasi dan pengalaman. Tidak heran, jumlah tentara Rusia yang tewas jauh lebih banyak dari Ukraina.

Operasi dan Taktik Militer yang Sudah Usang

Sampai saat ini, Rusia masih mengandalkan doktrin dan taktik militer era peninggalan Soviet yang sudah usang. Ribuan orang yang tak terlatih dan tidak berpengalaman dikirimkan ke front terdepan hanya mengandalkan senapan dan pisau. Mereka bahkan tidak mengerti strategi militer modern layaknya pertempuran masa kini. Bandingkan dengan tentara Ukraina yang sudah dilatih dengan standar NATO yang mengandalkan persenjataan modern dan canggih layaknya pertempuran abad ke-21. Operasi militer yang dilakukan Rusia tidak terkoordinasi secara penuh dengan kendaraan tempur tank, artileri, atau jet tempur. Komunikasi antar tentara dan kendaraan tempur juga sangat buruk, bahkan beberapa tentara Rusia menggunakan komunikasi seluler yang dapat dilacak oleh militer Ukraina. Pada intinya, teknologi militer Rusia masih tertinggal jauh dari Ukraina yang telah menerapkan standar NATO.

Itulah beberapa alasan mengapa Rusia tidak akan pernah mengalahkan Ukraina. Militer Ukraina yang didukung oleh NATO benar-benar memiliki kualitas dan kuantitas yang jauh lebih baik daripada Rusia. Jika Eropa mau, Ukraina bisa saja memenangkan pertempuran ini. Namun, keputusan akhir ada di tangan pemimpin Eropa saat ini. Ukraina hanya membutuhkan dukungan Eropa yang jauh lebih besar untuk mempertahankan kedaulatannya. Jika Amerika tidak siap membela Ukraina, itu tidak masalah selama Amerika tidak mengirimkan persenjataan militer ke Rusia. Semoga saja Donald Trump tidak mengirimkan F-35, F-22, bahkan B-2 ke Rusia.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perang Dingin 2.0 : Menakar Kekuatan Militer Rusia vs NATO

Oleh Dennis Ramadhan Presiden Rusia Vladimir Putin akhir-akhir ini mengeluarkan pernyataan yang cukup mengejutkan: Rusia siap berperang dan mengalahkan Eropa! Pernyataan ini disampaikannya di tengah proses negosiasi perjanjian damai antara Rusia dan Ukraina yang sedang berlangsung. Perang antara Rusia dan Ukraina telah berlangsung selama lebih dari 3 tahun. Perang ini menyebabkan ketegangan antara Rusia dan NATO menjadi semakin besar dan dikhawatirkan akan memicu konfrontasi langsung antara keduanya. Meskipun NATO tidak ikut terlibat secara langsung dalam perang Rusia-Ukraina, NATO sangat aktif mengirimkan bantuan militer ke Ukraina. Pernyataan Presiden Putin ini bukan tanpa alasan. Selama beberapa tahun belakangan, Rusia selalu melakukan latihan militer Zapad. Tahun 2025 ini, Rusia dan Belarus melakukan latihan militer gabungan Zapad-2025. Latihan Zapad-2025 melibatkan lebih dari 100.000 personel militer dari kedua negara....

Mengapa Serangan Pre-emptive NATO ke Rusia Bukan Ide yang Buruk

Oleh Dennis Ramadhan Perang antara Rusia dan Ukraina telah berlangsung selama lebih dari 3 tahun. Ratusan ribu orang telah menjadi korban dari keganasan perang yang tak berkesudahan ini. Presiden Donald Trump memang benar, perang ini seharusnya tidak pernah terjadi. Namun, akar penyebab dari perang ini tak lepas dari lemahnya respon Amerika dan Eropa terhadap agresi Rusia di masa lalu. Di tahun 2008, Rusia melakukan agresi militer terhadap Georgia, namun tidak ada respon yang diberikan. Kemudian di tahun 2014 ketika Rusia mencaplok Crimea dari Ukraina, lagi-lagi Eropa dan Amerika tidak melakukan tindakan apapun selain memberikan sanksi lemah yang tidak berpengaruh apapun terhadap Rusia. Pola seperti ini terus dilakukan oleh sekutu beberapa tahun belakangan sehingga Rusia mencium bau kelemahan dan ketakutan dari Amerika dan Eropa. Amerika dan Eropa mempunyai organisasi militer yang paling kuat di dunia yaitu NATO. NATO sebenarnya m...

Ketika Amerika Lepas Tangan, Rusia Mengasah Pedang

Oleh Dennis Ramadhan Baru-baru ini Pentagon mengeluarkan pernyataan yang benar-benar mengejutkan: mulai tahun 2027, Eropa harus bertanggung jawab penuh atas keamanan kawasannya sendiri. Eropa tidak boleh lagi bergantung sepenuhnya kepada Amerika, terutama dalam kapabilitas militer konvensional seperti intelijen, sistem pertahanan udara, dan proyeksi kekuatan. Jika tuntutan ini tidak dipenuhi, Amerika Serikat akan menarik diri dari sebagian sistem koordinasi pertahanan NATO. Pentagon bahkan bersikeras memaksa setiap anggota NATO di Eropa menaikkan anggaran pertahanan menjadi minimal 5% dari GDP. Kebijakan “pria oren” ini kembali mengarah pada isolasionisme — dan itu sangat berbahaya. Pada 2027, ancaman bukan hanya datang dari Rusia yang semakin agresif, tetapi juga dari China yang semakin dekat dengan rencana invasi Taiwan. Pernyataan Pentagon ini tidak hanya membuat Eropa gelisah, tetapi juga seluruh dunia. Amerika, yang selama in...