Oleh Dennis Ramadhan
Hal di luar dugaan kembali terjadi. Tidak, kali ini Trump tidak mencoba memberikan bunga mawar kepada Putin. Sebaliknya, justru Trump memberikan tamparan keras kepadanya. Trump mungkin dikenal sebagai presiden paling pro-Rusia dalam sejarah, tetapi sulitnya memprediksi kebijakan luar negerinya membuat sejumlah pengamat bingung. Kali ini, Trump bertindak lebih berani daripada Biden: Presiden Trump memberikan lampu hijau kepada Ukraina untuk melakukan serangan terhadap sejumlah kapal shadow fleet Rusia yang diduga menyelundupkan minyak bumi ke negara lain.
Di masa kepresidenan Joe Biden, pemerintah menolak memberikan izin kepada Ukraina untuk menyerang armada bayangan itu karena khawatir akan eskalasi. Namun, di masa kepresidenan Trump, Ukraina akhirnya bebas melakukan penyerangan atau disrupsi terhadap armada bayangan tersebut. Selama dua minggu belakangan, Ukraina telah menyerang sejumlah kapal shadow fleet Rusia di Laut Hitam, perairan Turki, dan Afrika. Hasilnya, pendapatan minyak bumi Rusia turun signifikan, mencapai level terendah sejak awal invasi Rusia ke Ukraina. Sebenarnya, Trump sudah memberikan sanksi kepada perusahaan minyak Rusia seperti Lukoil dan Rosneft. Namun, armada bayangan Rusia masih bebas berkeliaran untuk menyelundupkan minyak bumi.
Langkah yang dilakukan Trump kali ini benar-benar brilian. Ekonomi Rusia sangat bergantung pada ekspor minyak bumi. Dengan serangan terhadap armada bayangan tersebut, Rusia tidak lagi dapat melakukan ekspor minyak bumi secara ilegal. Tentu saja, pada akhirnya mesin perang Rusia akan mati. Namun, langkah Trump ini belumlah cukup. Meski ekonomi Rusia mengalami kontraksi signifikan, hal itu tidak mengurangi jumlah drone dan rudal yang menyerang fasilitas umum di kota Kyiv.
Apa yang dilakukan Trump sebenarnya sangat baik, tetapi masih kurang. Trump seharusnya memberikan izin kepada Ukraina untuk melakukan serangan jauh ke dalam wilayah Rusia. Sebab, sejumlah fasilitas militer yang digunakan Rusia untuk memproduksi rudal dan drone berada jauh di pedalaman Ukraina. Belum lagi pusat komando, gudang amunisi, dan sejumlah kilang minyak Rusia berada jauh di dalam wilayahnya. Selain itu, Trump juga seharusnya memberikan rudal Tomahawk atau sejenisnya. Rudal dengan jangkauan lebih dari 500 km sangat dibutuhkan Ukraina untuk menghancurkan fasilitas militer Rusia yang berada jauh dari garis depan.
Serangan Strategis ke Sejumlah Fasilitas Militer Rusia
Memberikan izin kepada Ukraina untuk menyerang wilayah Rusia bukanlah eskalasi. Justru itu merupakan bentuk self-defense bagi Ukraina. Tanker-tanker Rusia yang berhasil dihancurkan oleh Ukraina suatu saat bisa digantikan dengan yang lain, atau Rusia bahkan mampu mengakalinya dengan menggunakan jalur pipa strategis melalui India dan Cina untuk ekspor minyak ilegal. Sementara itu, pabrik produksi rudal dan drone serta gudang senjata Rusia akan sulit dipulihkan jika dihancurkan. Oleh karena itu, penting bagi Amerika untuk memberikan rudal Tomahawk kepada Ukraina serta izin untuk serangan lebih dalam ke wilayah Rusia.
Adapun target militer potensial di dalam wilayah Rusia yang dapat dihancurkan, di antaranya:
- Pangkalan udara Engels-2, rumah bagi pesawat bomber Tu-95MS dan Tu-160, yang biasa digunakan Rusia untuk meluncurkan rudal jelajah Kh-101 ke wilayah Ukraina.
- Pangkalan udara Ivanovo, tempat pesawat pengintai dan early warning A-50U Rusia, yang digunakan untuk mengoordinasikan sistem pertahanan udara.
- Pabrik drone Shahed di Yelaboga, yang memproduksi drone Shahed-136 yang sering meneror kota-kota di Ukraina.
Masih banyak fasilitas militer Rusia lainnya yang dapat dihancurkan dalam jarak 500-1000 km. Namun, ketiga fasilitas di atas sudah cukup untuk mengacaukan aktivitas militer Rusia.
Serangan Strategis ke Fasilitas Kilang Minyak Rusia
Selain fasilitas militer, Ukraina seharusnya diberikan lampu hijau atau bahkan dukungan logistik untuk menyerang fasilitas kilang minyak Rusia. Fasilitas ini bukan hanya menopang ekonomi Rusia, tetapi juga digunakan untuk tujuan militer. Rusia diketahui menggunakan minyak bumi sebagai bahan bakar bagi peralatan militernya, mulai dari tank hingga jet tempur. Jadi, fasilitas itu merupakan target sah untuk dihancurkan.
Sebenarnya, Ukraina telah berulang kali menyerang fasilitas kilang minyak tersebut dengan drone. Namun, itu belum cukup karena Rusia masih mampu merestorasi fasilitas yang rusak. Dengan rudal jarak jauh yang lebih kuat, Ukraina bukan hanya bisa menghancurkan secara total, tetapi juga menjangkau kilang minyak strategis Rusia yang selama ini belum terjangkau. Di antaranya:
- Kilang minyak Tuapse di Laut Hitam dengan kapasitas 240.000 barel per hari.
- Kilang minyak Angarsk di Siberia dengan kapasitas 260.000 barel per hari.
- Kilang minyak Komsomolsk di timur Rusia dengan kapasitas 160.000 barel per hari.
- Kilang minyak Perm di timur Rusia dengan kapasitas 260.000 barel per hari.
- Kilang minyak Ukhta Lukoil di timur Rusia dengan kapasitas 120.000 barel per hari.
- Kilang minyak Khabarovsk di timur Rusia dengan kapasitas 140.000 barel per hari.
Fasilitas kilang minyak tersebut sering digunakan Rusia untuk memproduksi bahan bakar militer. Serangan Ukraina ke sana sah dan dibenarkan.
Peace Through Strength
Winston Churchill merupakan contoh pemimpin yang layak diteladani pemimpin masa kini. Churchill menerapkan "peace through strength" selama menjabat sebagai Perdana Menteri Inggris. Saat Nazi Jerman menginvasi Eropa, Churchill memberlakukan blokade bahkan serangan terhadap kapal-kapal logistik militer Nazi. Hasilnya, mesin perang Jerman kehabisan bahan bakar dan mati. Angkatan Udara Inggris juga menyerang pabrik U-boat di Ruhr.
Pengalaman sejarah membuktikan bahwa kedamaian hanya dapat diraih dengan kekuatan, bukan kelemahan. Amerika dan sekutunya harus bangkit serta memberikan bantuan militer yang cukup kepada Ukraina—bukan hanya untuk mempertahankan wilayahnya, tetapi juga membebaskan wilayah yang saat ini diduduki Rusia.
Amerika dan Eropa tak lagi punya banyak waktu. Satu-satunya jalan mencegah agresi Rusia adalah dengan menunjukkan solidaritas antara Ukraina dan sekutunya. Amerika serta sekutu harus menunjukkan tekad kuat untuk mempertahankan demokrasi dunia, bukan mengalah dan memuji pemimpin otoriter.
Pilihan ada di tangan Donald Trump: apakah ia ingin menjadi Churchill atau Chamberlain.
.jpg)
Komentar
Posting Komentar