Langsung ke konten utama

Pengerahan 100 Kapal Perang Cina di Laut Kuning: Sinyal Agresi Menuju Invasi Taiwan 2027?

Oleh Dennis Ramadhan Awal bulan Desember menandai akhir dari tahun 2025. Namun, situasi di Asia Pasifik, khususnya di Asia bagian timur, masih sangat panas. Baru-baru ini dikabarkan bahwa Cina mengerahkan sebanyak kurang lebih 100 kapal perang ke wilayah Laut Kuning, tepatnya di area Laut Cina Timur. Tidak diketahui secara pasti apa motivasi Cina melakukan hal tersebut, namun pengamat berspekulasi bahwa Cina ingin menunjukkan kepada dunia kekuatan maritimnya. Angkatan Laut Cina (PLAN) diketahui memiliki sekitar 370 aset militer laut, meliputi kapal perang, kapal selam, dan aset maritim lainnya. Jumlah aset maritim ini melampaui yang dimiliki oleh Angkatan Laut Amerika Serikat dari segi kuantitas kapal. Pengerahan sebanyak 100 kapal perang Cina ke Laut Kuning ini cukup mengkhawatirkan negara-negara di kawasan regional. Tokyo, Taipei, dan Washington terus memonitor keadaan di Laut Kuning serta meningkatkan kesiapsiagaan terkait ...

Pengerahan 100 Kapal Perang Cina di Laut Kuning: Sinyal Agresi Menuju Invasi Taiwan 2027?

Oleh Dennis Ramadhan

Awal bulan Desember menandai akhir dari tahun 2025. Namun, situasi di Asia Pasifik, khususnya di Asia bagian timur, masih sangat panas. Baru-baru ini dikabarkan bahwa Cina mengerahkan sebanyak kurang lebih 100 kapal perang ke wilayah Laut Kuning, tepatnya di area Laut Cina Timur. Tidak diketahui secara pasti apa motivasi Cina melakukan hal tersebut, namun pengamat berspekulasi bahwa Cina ingin menunjukkan kepada dunia kekuatan maritimnya. Angkatan Laut Cina (PLAN) diketahui memiliki sekitar 370 aset militer laut, meliputi kapal perang, kapal selam, dan aset maritim lainnya. Jumlah aset maritim ini melampaui yang dimiliki oleh Angkatan Laut Amerika Serikat dari segi kuantitas kapal.

Pengerahan sebanyak 100 kapal perang Cina ke Laut Kuning ini cukup mengkhawatirkan negara-negara di kawasan regional. Tokyo, Taipei, dan Washington terus memonitor keadaan di Laut Kuning serta meningkatkan kesiapsiagaan terkait peningkatan aktivitas militer Cina, baik di Laut Cina Timur maupun Laut Cina Selatan.

Pengerahan serupa pernah dilakukan Cina pada Desember 2024 lalu. Namun, dari segi kuantitas, pengerahan kapal perang yang dilakukan kali ini lebih banyak daripada sebelumnya. Kapal-kapal perang Cina juga melakukan simulasi serangan terhadap kapal perang musuh, manuver Anti-Akses/Penolakan Area (A2/AD), serta integrasi dengan sistem pertahanan udara. Cina sendiri tidak memberi nama resmi untuk latihan militer tersebut, berbeda dengan latihan “Strait Thunder-2025” pada April 2025. Di saat situasi di Laut Cina Selatan masih sangat tegang, latihan militer ini menambah kekhawatiran akan potensi invasi Cina ke Taiwan, meskipun motivasi pastinya belum diketahui. Negara-negara di kawasan terus memonitor latihan militer tersebut dengan cermat.

Tonggak awal sejarah kekuatan maritim Cina bermula pasca-Perang Dunia II. Saat itu kekuatan angkatan laut Cina masih sangat sederhana. Doktrin militer Cina hanya fokus untuk bertahan dari ancaman militer Amerika Serikat. Pada tahun 1970-an, dilakukan modernisasi besar-besaran militer Cina oleh Deng Xiaoping. Puncaknya, pada tahun 2012 Xi Jinping menekankan pentingnya kekuatan maritim sebagai dasar kekuatan militer Cina. Pada 2017, Xi Jinping menargetkan Cina akan menjadi kekuatan maritim kelas dunia pada tahun 2050. Ambisi Xi bukan retorika kosong, melainkan dibuktikan dengan peningkatan anggaran pertahanan Cina hingga sekitar 250 miliar dolar AS, di mana sekitar 30%-nya dialokasikan untuk Angkatan Laut Cina.

Pada tahun 2025, Angkatan Laut Cina telah mengalami perubahan yang sangat signifikan. Kini Cina memiliki lebih dari 370 aset maritim, meliputi kapal perang, kapal selam, kapal perusak, dan lainnya. Belum lagi Cina kini telah memiliki tiga kapal induk (Liaoning, Shandong, dan Fujian), kapal perusak kelas Type 055 yang diduga mampu meluncurkan rudal hipersonik, serta kapal serbu amfibi kelas Type 075 yang dapat digunakan untuk mengangkut personel militer melintasi Selat Taiwan.

Menerka Maksud Cina Mengerahkan 100 Kapal Perang ke Laut Kuning

Pengerahan 100 kapal perang ke Laut Kuning dan Laut Cina Timur bukan tanpa alasan. Diduga Cina ingin menyampaikan pesan penting kepada dunia. Laut Cina Timur bukanlah lautan biasa, melainkan gerbang menuju Taiwan yang berjarak sekitar 100 mil dari daratan Cina serta merupakan jalur perdagangan strategis dengan nilai perdagangan tahunan mencapai 5 triliun dolar AS. Pesan penting yang ingin disampaikan Cina adalah: mencegah Taiwan menyatakan kemerdekaan secara resmi, memaksa Jepang tetap netral dan tidak ikut membela Taiwan, serta menguji sejauh mana tekad Amerika Serikat untuk membela Taiwan.

Sejak Presiden Lai Ching-te terpilih pada tahun 2024, Cina semakin agresif dan meningkatkan tekanan militer, ekonomi, serta politik terhadap Taiwan. Latihan terbaru ini mensimulasikan bagaimana Cina mencegah intervensi asing—khususnya Amerika Serikat—agar tidak ikut terlibat secara militer membantu Taiwan. Direktur Biro Keamanan Nasional Taiwan, Jenderal Tsai Ming-yen, menilai bahwa latihan “rutin” yang dilakukan Cina sewaktu-waktu dapat berubah menjadi perang sungguhan secara tiba-tiba.

Dari segi ekonomi, Laut Cina Timur memiliki kekayaan alam yang sangat melimpah, diperkirakan terdapat cadangan minyak hingga 100 miliar barel. Kita memang tidak bisa memastikan secara pasti maksud dan tujuan Cina mengerahkan ratusan kapal ke wilayah tersebut. Namun, melihat latar belakang geopolitik dan ekonomi kawasan itu, banyak pengamat menyatakan bahwa Cina bertekad melakukan invasi ke Taiwan pada tahun 2027. Semua modernisasi dan manuver militer yang dilakukan Cina belakangan ini memang menunjukkan bahwa tenggat waktu tersebut semakin dekat.

Amerika Serikat secara rutin mengirimkan kapal perang melintasi Selat Taiwan untuk memberikan pesan kepada Cina agar menjaga stabilitas di kawasan. Namun, itu semua dirasa belum cukup karena modernisasi militer yang dilakukan Cina merupakan yang terbesar dalam beberapa dekade terakhir. Taiwan semakin hari semakin khawatir. Faktanya, Cina tidak pernah berjanji akan mengesampingkan opsi penggunaan kekuatan militer dalam reunifikasi dengan Taiwan. Hal ini memunculkan pertanyaan besar: bagaimana Taiwan bisa mempertahankan diri dari invasi Cina? Apakah Amerika Serikat benar-benar akan datang membantu Taiwan? Semua pertanyaan kompleks ini pada akhirnya kembali kepada komitmen Amerika Serikat sendiri.

Amerika Serikat sebagai penjaga stabilitas dunia pasca-Perang Dunia II sudah seharusnya bertanggung jawab mempertahankan sistem demokrasi dan tatanan internasional yang ada saat ini. Amerika tidak boleh membiarkan kekuatan revisionis seperti Cina (dan Rusia) mengubah tatanan yang telah dibangun puluhan tahun. Sebab, hal itu tidak hanya akan meningkatkan eskalasi konflik militer, tetapi juga berpotensi memicu perang dunia III. Pengalaman sejarah menunjukkan bahwa Perang Dunia I dan II terjadi justru karena kekuatan revisionis ingin mengubah tatanan dunia, sementara pemegang kendali tatanan tersebut tidak cukup tegas mempertahankannya. Amerika Serikat harus bangun dari “tidur panjangnya”. Siapa pun presidennya—termasuk Donald Trump—harus berkomitmen menjaga kestabilan dunia melalui doktrin “peace through strength”.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Perang Dingin 2.0 : Menakar Kekuatan Militer Rusia vs NATO

Oleh Dennis Ramadhan Presiden Rusia Vladimir Putin akhir-akhir ini mengeluarkan pernyataan yang cukup mengejutkan: Rusia siap berperang dan mengalahkan Eropa! Pernyataan ini disampaikannya di tengah proses negosiasi perjanjian damai antara Rusia dan Ukraina yang sedang berlangsung. Perang antara Rusia dan Ukraina telah berlangsung selama lebih dari 3 tahun. Perang ini menyebabkan ketegangan antara Rusia dan NATO menjadi semakin besar dan dikhawatirkan akan memicu konfrontasi langsung antara keduanya. Meskipun NATO tidak ikut terlibat secara langsung dalam perang Rusia-Ukraina, NATO sangat aktif mengirimkan bantuan militer ke Ukraina. Pernyataan Presiden Putin ini bukan tanpa alasan. Selama beberapa tahun belakangan, Rusia selalu melakukan latihan militer Zapad. Tahun 2025 ini, Rusia dan Belarus melakukan latihan militer gabungan Zapad-2025. Latihan Zapad-2025 melibatkan lebih dari 100.000 personel militer dari kedua negara....

28-Poin Proposal Perdamaian Cenderung Lebih Menguntungkan Rusia

Oleh Dennis Ramadhan Sudah tiga tahun penuh sejak Rusia melancarkan invasi skala besar ke Ukraina. Darah terus mengalir, kota-kota menjadi reruntuhan, dan jutaan nyawa melayang. Semua orang—tanpa terkecuali—ingin perang ini berakhir secepat mungkin. Bahkan Winston Churchill pernah berkata, “Berunding selalu lebih baik daripada berperang. Namun, berunding untuk maksud perdamaian bukan berarti menyerah dan tunduk pada tekanan pihak lawan. Presiden Donald Trump pernah dengan percaya diri mengklaim bahwa dia bisa menghentikan perang Rusia-Ukraina dalam waktu 24 jam saja. Kini, setelah berbulan-bulan pertemuan, termasuk pertemuan Trump-Putin di Alaska pada Agustus lalu, Donald Trump menyadari: menyelesaikan konflik ini jauh lebih sulit daripada sekadar omong kosong di panggung kampanye. Baru-baru ini, Amerika Serikat mengajukan proposal perdamaian yang disebut “Rencana Damai 28 Poin”. Pembuatan proposal perdamaian ini terinspirasi d...

Presiden Trump, Ini Jaminan Keamanan Terbaik Untuk Ukraina

                                         Oleh Dennis Ramadhan Perang Rusia dan Ukraina telah memasuki fase kritis di mana kedua belah pihak masih saling menyerang satu sama lain namun tidak mampu mengubah peta pertempuran secara signifikan. Perang yang berkelanjutan tanpa ada kemenangan yang pasti tentu akan menghabiskan banyak sumber daya dari kedua belah pihak, serta korban yang semakin bertambah baik itu tentara yang tewas atau masyarakat umum. Perang yang sangat mengerikan ini sudah seharusnya berakhir dan Eropa bahkan dunia sudah jenuh dengan peperangan ini. Kita setidaknya setuju dengan Presiden Donald Trump yang mengatakan bahwa perang Rusia dan Ukraina seharusnya tidak pernah terjadi. Jika perang ini terus berlanjut maka akan dikhawatirkan akan meningkatkan eskalasi yang berujung pada perang antara Rusia dan NATO. Hal itu merupakan sk...